Here is the rewritten content in Indonesian and saved with HTML tags:
Jakarta –
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia masih membahas pemberlakuan ‘Nutri-level’ di Indonesia antar lembaga dan kementerian. Regulasi pengelompokan makanan sehat dan tidak sehat berdasarkan level tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
Nantinya, secara bertahap akan mulai diterapkan pada gerai-gerai minuman siap saji, termasuk produk usaha mikro, kecil, dan menengah.
“Mulai dari minuman siap saji industri dan juga UMKM,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dr Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi detikcom, Selasa (24/9/2024).
“Penerapannya tentu akan bertahap, ini kita harapkan sebagai edukasi kepada masyarakat,” lanjut dr Nadia, menyoroti tingginya kasus diabetes hingga obesitas yang meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Sebagai gambaran, pelabelan makanan dan minuman sehat semacam ini sudah lebih dulu diterapkan Singapura. Kebiasaan generasi muda dalam mengonsumsi minuman manis disebut bergeser saat ‘Nutri-Grade’ berlaku. Banyak yang lebih memilih membeli minuman dengan level A yakni kandungan gula kurang dari satu gram per 100 ml, demi hidup lebih sehat.
Hal yang sama diharapkan terjadi pada masyarakat Indonesia. Pasalnya, saat ini kelompok usia 3 hingga 4 tahun yang mengonsumsi minuman dengan kadar gula tinggi mencapai 68,6 persen. Angka ini diikuti oleh kelompok usia 5-9 tahun dengan persentase mengonsumsi minuman kadar gula tinggi sebanyak satu kali atau lebih per harinya di angka 66,5 persen.
Sementara kelompok usia 10-14 tahun dengan 61,9 persen dan kelompok usia 15-19 tahun dengan 56,4 persen.
“Ini salah satu upaya pencegahan penyakit tidak menular, bukan hanya diabetes tetapi bagaimana literasi masyarakat terhadap pangan beresiko bagi kesehatan, membaik,” tuturnya.
“Termasuk pada anak-anak,” kata dr Nadia.
Terpisah, ahli gizi dr Tan Shot Yen sempat berkomentar terkait wacana penerapan ‘Nutri-level’ di Indonesia. Upaya semacam ini dinilainya menjadi langkah baik pemerintah, tetapi persoalan utama adalah perilaku masyarakat luas.
Peningkatan literasi terkait gizi pada publik menjadi kunci utama kasus diabetes hingga obesitas dan penyakit tidak menular lain bisa ditekan.
(naf/suc)